RAMADHAN KEDUA PULUH DUA
Syarif Rahmat RA
Firman Allah:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ (البقرة:١٨٧)
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; (Al Baqarah:187)
Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan Jima’. Selain itu tidak ada. Bahwa di sana sini terdapat pembicaraan tentang beberapa hal dianggap membatalkan puasa, semua itu berangkat dari dugaan adanya hubungan dengan ketiganya. Sampai sampai buang angin di sungai atau kolam renang pun tak luput menjadi pembicaraan karena diyakini menyedot air melalui dubur sehingga dianggap menyerupai minum. Terkadang terasa lucu, tetapi begitulah kehati-hatian kaum Muslimin dalam menjaga ibadah mereka.
Tentang besarnya nilai pahala menjaga dua rongga badan ini terdapat sebuah Sabda Nabi Muhammad SAW:
مَن يَضْمَن لي ما بيْنَ لَحْيَيْهِ وما بيْنَ رِجْلَيْهِ، أضْمَنْ له الجَنَّةَ. (رواه البخاري)
Artinya: “Siapa berani menjamin padaku apa yang ada di antara dua bibirnya dan dua kakinya”. (HR Al Bukhari).
Artinya, barangsiapa mampu menjaga mulutnya dan kemaluannya, insya Allah pasti masuk Surga. Betapa berharganya kedua anggota badan ini. Tetapi juga bahayanya pun tiaa terperi. Maka Puasa Ramadhan merupakan Campus besar yang mendidik manusia agar mampu mengendalikan keduanya. Mulut bukan hanya tidak boleh kemasukan makanan dan minuman, tetapi juga tidak boleh mengeluarkan ucapan yang diharamkan. Kalau makan barang halal saja menjadi haram, bagaimana pula makan yang haram. Tetapi aneh banyak orang yang makan bangkai manusia padahal ia berpuasa. Bukankah mengghibah membicarakan aib orang lain sama seperti makan bangkai saudaranya?
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ. (الحجرات:١١)
Artinya: “Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya…” (Al Hujurat:11)
Melanggar larangan makan dan minum di bulan Ramadhan, sudah terang hukum dan aturannya. Adapun tentang hubungan badan suami isteri pada siang hari bulan Ramadhan, terdapat penjelasannya dalam sebuah Hadis:
وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي فِي رَمَضَانَ. فَقَالَ : هَلْ تَجِدُ مَا تَعْتِقُ رَقَبَةً؟ قَالَ: لَا. قَالَ: فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قَالَ : لا. قَالَ: فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّينَ مِسْكِينا؟ قَالَ : لا . ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِي النَّبِيُّ ﷺ بِعَرَقٍ فِيهِ تَمْرٌ. فَقَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَا فَقَالَ: أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا ؟ فَمَا بَيْنَ لا بَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ إِلَيْهِ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِيُّ ﷺ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ. (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA bahwa seseorang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Celaka aku, wahai Rasulullah”. Rasulullah SAW bertanya: “Apa yang membuatmu celaka”?. “Aku berjima’ dengan istriku di bulan Ramadhan”. Nabi bertanya: “Apakah kamu punya uang untuk membebaskan budak?”. “Aku tidak punya”, jawab orang itu. “Apakah kamu sanggup puasa dua bulan berturut-turut?”, tanya Nabi. “Tidak”, katanya. “Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang fakir miskin?” “Tidak”. Kemudian duduk. Lalu dibawakan kepada Nabi sekeranjang kurma maka Nabi bersabda: “Ambil dan Sedekahkanlah Kurma ini”. Orang itu berkata lagi: “Apakah ada orang yang lebih miskin dariku? Tidak ada orang yang lebih membutuhkan di barat atau timur melebihi aku”. Nabi SAW pun tertawa hingga terlihat giginya lalu bersabda: “Bawalah kurma ini dan beri makan keluargamu”. (HR Al Bukhari dan Muslim).
Tak guna menghindari makan yang diharamkan, tetapi perkara haram pula yang dikatakan. Hasbunallah
(Pondok Cabe, Sabtu 22 Maret 2025 M/22 Ramadhan 1446 H Jam 15.45).

