RAMADHAN KEDUA PULUH TIGA
Syarif Rahmat RA
Firman Allah:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ .(البقرة:١٨٧)
Artinya: “Isteri-isteri kamu; adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. (Al Baqarah:187)
Dalam beberapa ayat ada kesan bahwa seorang isteri diposisikan sebagai objek bagi suaminya. Termasuk di awwal ayat ini ketika Allah berfirman: “Dihalalkan bagi kamu (para suami) bercampur dengan isteri isteri kamu”. Wajar jika kemudian ada yang memandang Al Qur’an sebagai kitab Suci yang merendahkan martabat kaum wanita. Tetapi jika direnungkan dengan seksama akan diketahui bahwa apa yang dikatakan Al Qur’an adalah satu keadilan karena telah menempatkan setiap orang pada kodrat dan fungsinya.
Seluruh manusia apa pun agamanya mengakui Suami merupakan Kepala Keluarga sedangkan Isteri dan anak anak adalah warganya. Sebagai ‘Kepala Negara’ suami bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan isteri dan anak anaknya. Oleh karena itu ketika terdapat masalah dalam satu keluarga, Suami-lah yang mendapatkan teguran. Lihatlah misalnya dalam kisah Adan dan Hawwa. Ketika Allah memerintahkan pasangan suami ini menempati Al Jannah, perintah itu disampaikan kepada Adam sebagai Suami. Firman Allah:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim” (Al Baqarah:35)
Begitu juga ketika keduanya melakukan pelanggaran, Adam-lah yang dipersalahkan.
وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَىٰ آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا. …فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَٰذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَىٰ. فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ. (طه:١١٦, ١١٧, ١٢١(
Artinya: “Dan sungguh telah Kami pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan Kami tidak dapati kemauan yang kuat padanya…..Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka…….Lalu keduanya (Adam dan Isterinya) memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan telah durhakalah Adam kepada Tuhan-Nya, dan sesatlah dia” (Thaha:116, 117, 121).
Pada bagian lain, kaum wanita ditakdirkan memiliki halangan rutin berupa haid yang datang setiap bulan. Sehingga yang harus mengerti dalam hal ini adalah Suami. Sebagaimana juga dalam hal syahwat. Kaum wanita dianugerahi kekuatan lebih dibandingkan suami. Sekiranya ‘kendali’ diserahkan pada kaum wanita, akan menimbulkan kesulitan pada suaminya. Wallahu A’lam
Ungkapan firman Allah “Isteri-isteri kamu; adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka” adalah seindah indah ungkapan untuk menggambarkan hubungan suami – isteri. Dalam petunjuk Al Qur’an yang dinamakan dengan “Libas” yang kita terjemahkan dengan “pakaian” memiliki dua fungsi sebagaimana dalam ayat:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ. (الاعراف:٢٦)
Artinya: “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (Al A’raf:26).
Sebagai penutup aurat. Suami menutup aurat isterinya dan isteri menutup aurat suaminya. Setiap orang punya kekurangan, maka pasangannyalah yang harus melengkapinya. Dan setiap orang punya cela, maka pasangannyalah yang harus menutupinya.
Sebagai perhiasan. Suami perhiasan bagi isterinya, isteri perhiasan bagi suaminya. Maknanya sangatlah dalam, yakni agar masing masing menjadi manusia pertama yang memberikan dorongan serta kepercayaan diri, berusaha saling membahagiakan satu dengan lainnya serta mempersembahkan yang terbaik bagi pasangannya. Sehingga Suami ada rasa bangga bersama isterinya, pun sang isteri ada rasa bangga berada di samping Suaminya.
Pakaian ideal adalah yang indah kau pandang, sedap kau sandang dan serasi kata orang. Tetapi di atas segalanya, “Suami berakhlaklah Suami terindah” dan “Wanita bertaqwalah pakaian yang terindah”. Ya, karena taqwa adalah Akhlakul Karimah.
Lalu bagaimana Syari’at bethubungan Suami – Isteri di siang hari bulan Ramadhan padahal mereka adalah pakaian? Bukankah pakaian itu harus dipergunakan guna menutup aurat?
Ketahuilah bahwa larangan ‘menggunakan’ pasangan tak ubahnya larangan menggunakan pakaian di waktu Ihram Haji atau Umrah. Semua orang wajib menutup auratnya, tetapi bagi kaum pria tidak diperkenankan menggunakan baju berjahit. Seperti itulah selama bulan Ramadhan, bukan tidak boleh ada komunikasi dengan pasangan. Atau seperti saat wanita datang bulan di mana apa pun dapat dilakukan bersama suaminya kecuali berjima’. Dalam sebuah Hadis bersumber dari Anas disebutkan:
أنَّ اليَهُودَ كَانُوا إذَا حَاضَتِ المَرْأَةُ فيهم لَمْ يُؤَاكِلُوهَا، ولَمْ يُجَامِعُوهُنَّ في البُيُوتِ فَسَأَلَ أصْحَابُ النبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ فأنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى {وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ المَحِيضِ قُلْ هو أذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ في المَحِيضِ} [البقرة: 222] إلى آخِرِ الآيَةِ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: اصْنَعُوا كُلَّ شيءٍ إلَّا النِّكَاحَ……(رواه مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi itu, apabila seorang perempuan di antara mereka haidl, mereka tidak akan mengizinkannya makan dan tinggal bersama di rumah. Para shahabat Nabi lalu bertanya kepada Nabi saw. Allah swt lalu menurunkan ayat: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah: “Haidl itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl…sampai akhir ayat (QS. al-Baqarah [2] : 222). Rasulullah saw kemudian menegaskan: “Perbuatlah apa saja kecuali bersetubuh….” (HR Muslim)
Rasulullah SAW sendiri biasa mencium isterinya saat berpuasa. Sebuah Hadis menyebutkan:
عائشة رضي الله عنها قالت: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ. رواه البخاري ومسلم
Artinya: Rasulullah SAW pernah mencium isterinya padahal beliau sedang berpuasa, beliau juga bersentuhan (memegang) isterinya padahal beliau sedang berpuasa. Hanya saja beliau memang orang yang paling kuat mengendalikan syahwatnya di antara kamu” (HR Al Bukhari dan Muslim). Ibarat memegang piring atau sendok atau bahkan mencium hidangan tidak membatalkan puasa. Yang membatalkan adalah memakan atau mereguknya.
Inilah kesetaraan Suami – Isteri dalam Islam. Masing masing punya kewajiban yang harus ditunaikan dan masing masing punya hak yang harus diserahkan oleh pasangannya. Wallahu A’lam
(Kebayoran Lama, Minggu 23 Maret 2025 M/23 Ramadhan 1446 H jam 12.42)

