Oleh: Syarif Rahmat RA
Sekelompok orang menyerang kehormatan bekas Presiden ke 7 Joko Widodo. Mereka habis habisan menyebarkan tuduhan bahwa Ijazah kesarjanaan Jokowi adalah Palsu. Untuk membuktikan hasil kajiannya itu kelompok yang dipimpin Roy Suryo dan melibatkan sejumlah tokoh seperti Amien Rais, Eggy Sujana, Dr Tifa, Dr Rismon dan Rijal Fadilah itu mendatangi Campus Universitas Gadjah Mada (UGM) Campus tempat Jokowi kuliah. Ketika tanggapan pihak Campus tidak sesuai harapan, mereka melanjutkan tuduhannya bahwa Campus UGM telah melakukan kebohongan dan memberikan informasi dusta.
Setelah cukup lama menahan diri dan sabar menghadapi caci maki, akhirnya Jokowi sebagai tertuduh, melaporkan pencemaran nama baik ke kepolisian dan membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Bagaimana perjalanan cerita “IJAZAH PALSU” selanjutnya, semua rakyat Indonesia menunggu. Tetapi yang jelas, sebagai warga negara yang baik, Jokowi sadar bahwa negara ini adalah negara hukum dan semua warga negara setara kedudukannya di muka hukum. Apakah pihak UGM juga akan memproses melalui jalur hukum pula karena telah dituduh sedemikian rupa? Wallahu A’lam
Di pojok lain, ada ‘berita’ menarik terkait penelusuran sejarah dan kajian nasab. Sekelompok orang dari berbagai disiplin ilmu tiba tiba mengumumkan bahwa hubungan nasab para HABIB kepada Rasûlullâh SAW tidak terbukti. Dengan kata lain nasab yang selama ini ‘dipergunakan’ para HABIB adalah NASAB PALSU. Di segala kesempatan, kelompok yang dimotori oleh Kyai Imaduddin Usman Al Bantani, KRT Nur Faqih Wirahadiningrat, Tubagus Nurfadhil, Gus Fuad Plered, KRT Nur Ichyak Salafi, Gus Abbas Buntet dan lainnya, itu menyuarakan hasil penelitiannya. Bahkan seorang pakar DNA dari BRIN, Dr Sugeng Sugiharto, dengan tegas menyebutkan bahwa nasab para HABIB itu jangankan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada Nabi Isma’il pun tidak nyambung. Lebih spesifik Dr Sugeng menegaskan, Nasab HABAIB tersambung kepada YAHUDI ASKENAZI. Sebuah kata yang sangat miris didengar telinga. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bungkam, Nahdlatul Ulama (NU) diam seribu bahasa. Ormas Ormas Islam lain pun tutup mata dan telinga. Akibatnya, kegaduhan terjadi di mana mana. Di beberapa daerah bahkan terjadi bentrokan, selain penolakan ceramah pada Da’i tertentu.
Secara akademisi — yang dianggap merupakan timbangan paling adil — coba diselenggarakan Seminar Nasional di Campus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Diselenggarakan oleh Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga (PADASUKA) acara dikokohkan dengan mengundang beberapa tokoh seperti Prof DR Anhar Gonggong seorang pakar Sejarah dan Dr Sugeng Sugiharto dari BRIN dan lain lain. Selain KH Imaduddin Usman dkk, Panitia pun mengundang Robithoh Alawiyah (RA) yang merupakan Lembaga Resmi dan pencatat nasab para Habaib untuk menjadi pembicara pada acara tersebut. Namun sayang, yang disebut terakhir tidak mengirimkan utusannya.
Lebih dari 2 tahun polemik nasab mengaru biru jagat Nusantara. Berbeda dengan cerita “IJAZAH PALSU”, polemik masalah “NASAB PALSU” ini belum menampakkan titik terang. Meskipun secara umum masyarakat Indonesia mempercayai akurasi kajian Kyai Imad cs, sebagian orang masih ada yang mempercayai Robithoh Alawiyah yang mengklaim bahwa nasab para Habaib tersambung sampai Muhammad Rasûlullâh SAW. Tetapi hingga kini ‘penghinaan’ berupa tuduhan “NASAB PALSU” ini belum dilaporkan ke Pihak berwajib. Beberapa waktu yang lalu terdengar kabar angin bahwa para HABIB bermaksud melaporkan Kyai Imad dkk dan membawa persoalan Nasab ini jalur hukum. Sejenak masyarakat bernafas lega karena mereka yakin melalui cara inilah kegaduhan masalah Nasab ini akan segera berakhir. Namun entah mengapa, hingga detik ini baik Robithoh Alawiyah maupun Maktab Daimi yang merupakan wadah persatuan para HABIB itu belum melakukan langkah hukum. Mengapa? Wallahu A’lam
Bukan cuma itu, belakangan muncul pula ‘tuduhan’ adanya pembuatan “SEJARAH PALSU” dan “MAKAM PALSU”. Yang ‘diduga’ melakukannya adalah HABIB MUHAMMAD LUTFI BIN YAHYA. Imbas dari tuduhan itu adalah dengan dipecatnya Habib Lutfi dari jabatannya sebagai Ketua Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN).
Adalah menarik, menghadapi tuduhan tuduhan itu, para Habib tidak memilih jalur hukum. Mereka lebih suka menyampaikan narasi kepada para Jamaahnya dan menisbatkan kata “dusta” atau “fitnah” atau “mengadu domba” kepada yang meragukan keaslian nasabnya. Pun ketika dipecat dari jabatannya di JATMAN, Habib Lutfi malah membuat wadah tandingan yang diberi nama JATMA. Para pengamal Tarekat pun pecah, meski yang ikut JATMA nampaknya cuma beberapa orang saja, itu pun karena Helmy Faisal Zaini bekas petinggi NU terlihat (atau terlibat) di sana.
Andai saja kasus “NASAB PALSU BA’ALWI” dibawa ke ranah hukum seperti kasus “IJAZAH PALSU JOKOWI”, niscaya masyarakat Indonesia akan menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Adapun soal tuduhan pemalsuan sejarah NU dan Tarekat SUFI, itu tanggungjawab pribadi HABIB LUTFI. Apakah hal ini akan dibawa ke ranah hukum juga, tidaklah perlu kita menduga duga. Hasbunallah
(Pondok Cabe, Selasa 6 Mei 2025 Jam 08.57).

